“ketika dia
menerka, kenapa terka?”
Terka
sepertinya
langit mengantuk
bergiliran semakin sayu
termenung aku, mendengar kerikil berbisik
terka, bagaimana dia mencairkan darah yang mulai membeku
terka, bagaimana dia menghentikan langkah jantung ku
terka, bagaimana dia membangun istana pasir kitu
sepertinya waktu berlari meninggalkan aku yang lelah
aku mencoba bergegas, namun apa daya
hanya keresahan yang menyemangati hati
gelinding bola itu pun terlihat sangat terburu-buru
memang warna putih itu mulai memudar
butiran-butiran nasi pun juga terbujuk
mereka mulai membusuk
ingin rasanya mencuci noda di kemeja itu
mencoba merasakan lagi bahwa tidak ada salahnya memakai lagi
memang tidak ada lagi lemari kosong yang dapat ku pakai?
terlihat manis puding yang ter pampang di rumah makan seberang
bergiliran semakin sayu
termenung aku, mendengar kerikil berbisik
terka, bagaimana dia mencairkan darah yang mulai membeku
terka, bagaimana dia menghentikan langkah jantung ku
terka, bagaimana dia membangun istana pasir kitu
sepertinya waktu berlari meninggalkan aku yang lelah
aku mencoba bergegas, namun apa daya
hanya keresahan yang menyemangati hati
gelinding bola itu pun terlihat sangat terburu-buru
memang warna putih itu mulai memudar
butiran-butiran nasi pun juga terbujuk
mereka mulai membusuk
ingin rasanya mencuci noda di kemeja itu
mencoba merasakan lagi bahwa tidak ada salahnya memakai lagi
memang tidak ada lagi lemari kosong yang dapat ku pakai?
terlihat manis puding yang ter pampang di rumah makan seberang
aku
menyebrang dan membeli, ternyata kecut
terka, bagaimana aku membuka lacinya
terka, bagaimana aku menghabiskan air digelas kuning cerah, tanpa meminumnya
terka, terka, dan terka
terka, kata beralasan untuk meminta
terka, bagaimana aku membuka lacinya
terka, bagaimana aku menghabiskan air digelas kuning cerah, tanpa meminumnya
terka, terka, dan terka
terka, kata beralasan untuk meminta
Nov 2008
"mendengar apa yang tidak kau katakan, melihat apa yang kau
sembunyikan, dan menikmati cinta sudah pernah kau berikan"
Sudut, sebuah harapan
titik terbalik
adakah aku di
sudut hati?
lagi ku tanya, adakah aku di sudut hati
terbawa bila, memutar dunia
hasrat bersua, waktu tak kunjung tiba
air meluap, aku dan kau terhadap
bencana bagi ku, biasa bagi mu
senja itu menuai darah ku cinta
genderang menabuh, terpukau aku
nafas terbuang, semakin larut
balut saja luka hati di sudut
lambat laun menjadi menahun
berserakan daun-daun
berulah, terjamak sudah
duhai adik, abang berbisik
sedang asik semua, tak ada
serangga mengusik, mereka berbalik
setiap garis yang ku tarik diatas kertas putih dalam sudut memelas
kapsul surat terbawa ombak di laut
terdampar hanya di hati suatu sudut
titik terang, terkarang bukan
selimut ku bercerita, cahaya nurani, cahaya abadi. Titik di sudut itu berlari, dari itu maka ku tanya.
Lagi dan terus terulang.
Adakah aku di sudut hati?
Nama ku setidaknya?
Bagaimana?
Kau tau mengapa aku memaksa?
Karena dirimu tertera di sudut hati
kau memulai cerita hidupku di dalam sebuah titik terpelihara di sudut
semakin banyak terlihat kerut
cinta ku abadi tanpa raut
lagi ku tanya, adakah aku di sudut hati
terbawa bila, memutar dunia
hasrat bersua, waktu tak kunjung tiba
air meluap, aku dan kau terhadap
bencana bagi ku, biasa bagi mu
senja itu menuai darah ku cinta
genderang menabuh, terpukau aku
nafas terbuang, semakin larut
balut saja luka hati di sudut
lambat laun menjadi menahun
berserakan daun-daun
berulah, terjamak sudah
duhai adik, abang berbisik
sedang asik semua, tak ada
serangga mengusik, mereka berbalik
setiap garis yang ku tarik diatas kertas putih dalam sudut memelas
kapsul surat terbawa ombak di laut
terdampar hanya di hati suatu sudut
titik terang, terkarang bukan
selimut ku bercerita, cahaya nurani, cahaya abadi. Titik di sudut itu berlari, dari itu maka ku tanya.
Lagi dan terus terulang.
Adakah aku di sudut hati?
Nama ku setidaknya?
Bagaimana?
Kau tau mengapa aku memaksa?
Karena dirimu tertera di sudut hati
kau memulai cerita hidupku di dalam sebuah titik terpelihara di sudut
semakin banyak terlihat kerut
cinta ku abadi tanpa raut
Nov 2008
“Ya
Allah, apa yang akan terjadi?”
Pengaduan
(seperti biasa mereka lakukan)
Langkah yang
sudah ku lewati, kutelusuri pelan-pelan kembali
Terhenyak aku, masa lalu yang tidak mungkin terulang, secara perlahan meraba ku
Melihat apa yang terlewat
Sangat terkejut jiwa ini, banyak bercak membekas
Gerak jarum jam terdengar tergesa-gesa
Terhenyak aku, masa lalu yang tidak mungkin terulang, secara perlahan meraba ku
Melihat apa yang terlewat
Sangat terkejut jiwa ini, banyak bercak membekas
Gerak jarum jam terdengar tergesa-gesa
Degub jantung
tak beraturan, rancu
Tersadar, sudah terlalu banyak aku menyimpan debu di hati yang bukan milik ku ini
Sungguh tak pantas ku pelihara nyawa yang diberikan Nya, terbengkalai
Ambil saja tumpukan bebatuan itu
Tersadar, sudah terlalu banyak aku menyimpan debu di hati yang bukan milik ku ini
Sungguh tak pantas ku pelihara nyawa yang diberikan Nya, terbengkalai
Ambil saja tumpukan bebatuan itu
rangkai dan
perpanjang ruang lingkupnya
Maaf, ku terbangkan ke alam bebas
Aku jual di tempat dimana aku membeli
Tak menyangka, aku menggadaikan pelipur lara yang singgah di tempat aku biasa berduka
penjilat
Sebenarnya tidak ada sedikitpun yang harus ku adu kan. Karena memang sang maha pendengar pun maha tahu
Maaf atas kelancangan, terjualnya, bercak, dan pengaduan kosong ter-urai
Lebih baik mati, tak sanggup menanti
Ingin abadi, tapi tak ingin sendiri
Lebih baik menunggu, menunggu rencana Mu
Maaf, ku terbangkan ke alam bebas
Aku jual di tempat dimana aku membeli
Tak menyangka, aku menggadaikan pelipur lara yang singgah di tempat aku biasa berduka
penjilat
Sebenarnya tidak ada sedikitpun yang harus ku adu kan. Karena memang sang maha pendengar pun maha tahu
Maaf atas kelancangan, terjualnya, bercak, dan pengaduan kosong ter-urai
Lebih baik mati, tak sanggup menanti
Ingin abadi, tapi tak ingin sendiri
Lebih baik menunggu, menunggu rencana Mu
Nov 2008
“dirimu,
vulgar bagiku”
Sebut saja puisi vulgar
Sinar matahari
pagi membangunkan aku dengan sunyi
Udara segar menelusuri tubuh ku dengan nyaman
Kawan, biarlah aku bercerita tentangnya
Entah bagaimana aku harus bersyukur kepada Allah
Karena hidup ku indah, akan hadirnya dia
Udara segar menelusuri tubuh ku dengan nyaman
Kawan, biarlah aku bercerita tentangnya
Entah bagaimana aku harus bersyukur kepada Allah
Karena hidup ku indah, akan hadirnya dia
seperti
kataku, indah tanpa celah.
Tidak bosan aku,
menemaninya,
terus memandangnya,
menyelesaikan masalah bersama,
cinta tidak membencinya.
Sungguh aku ingin,
terus hidup bersamanya,
menikmati hari dengannya,
menyelesaikan sisa hidup
di sisinya
Tolong jangan,
jauhi dia dari aku,
pergi dari aku,
dan menghilang tanpa ikrar yang seharusnya terpaku
Dia,
apapun yang terindah di dunia
Abstrak yang sangat mudah dinikmati tapi
tidak mungkin di mengerti, karena hanya hati yang bergulat
Sosok dia adalah kamu
Tidak bosan aku,
menemaninya,
terus memandangnya,
menyelesaikan masalah bersama,
cinta tidak membencinya.
Sungguh aku ingin,
terus hidup bersamanya,
menikmati hari dengannya,
menyelesaikan sisa hidup
di sisinya
Tolong jangan,
jauhi dia dari aku,
pergi dari aku,
dan menghilang tanpa ikrar yang seharusnya terpaku
Dia,
apapun yang terindah di dunia
Abstrak yang sangat mudah dinikmati tapi
tidak mungkin di mengerti, karena hanya hati yang bergulat
Sosok dia adalah kamu
Percaya atau
tidak, memang kamu.
Aku, hanya ampas yang ingin menjadi pupuk mu.
Karena walaupun tidak berarti lagi bagi yang lain,
aku tetap dapat membantumu tumbuh dan menemani mu hidup
sebagai bunga terindah yang tidak lebih dari satu.
Tulisan ini sangat umum dan mudah dimengerti,
puisi cinta penuh arti.
Karena itu, sebut saja puisi vulgar.
Aku, hanya ampas yang ingin menjadi pupuk mu.
Karena walaupun tidak berarti lagi bagi yang lain,
aku tetap dapat membantumu tumbuh dan menemani mu hidup
sebagai bunga terindah yang tidak lebih dari satu.
Tulisan ini sangat umum dan mudah dimengerti,
puisi cinta penuh arti.
Karena itu, sebut saja puisi vulgar.
Nov 2008
"Hujan
deras siang ini memaksa aku untuk menulis(lagi). Apa daya, Nikmatilah!"
Kisah tak terganti
Suatu kisah ber-alamat-kan abstrak yang diinginkan setiap hal yang bernyawa.
Bermula dengan dengki tak beralasan
Ditengah muncul serigal berbulu domba
Hingga akhirnya terbuka semua
Mereka benci aku mencinta-nya
Persetan dengan 'mereka'
aku yang memulai,
aku yang membangun,
aku yang 'seharusnya' menikmati semua karya ku.
Sudah jelas abstrak in milik ku, ku persembahkan untuknya
Rintik hujan pun tahu aku mencinta-nya.
Sudah terlalu besar Jati yang kita tanam berdua
Tidakkah
kau ingin aku mengukirkan sesuatu untukmu?
Walaupun terlalu dasyat angin menerpa pohon kita, tapi aku kerap menjaga
Walaupun terlalu dasyat angin menerpa pohon kita, tapi aku kerap menjaga
Tanah
merah basah akibat hujan, sebuah karya Tuhan
Jangan biarkan mereka merusak jalan cerita ini
Karena kisah ini adalah
Kisah yang tidak tergantikan
Jangan biarkan mereka merusak jalan cerita ini
Karena kisah ini adalah
Kisah yang tidak tergantikan
Nov 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar