RT @indistinctpoet: Bila aku tua suatu ketika, ingatlah aku pernah berjaya saat muda. Aku pula pernah merana tapi mereka tetap terpesona.
RT @indistinctpoet: Selama ini, kamu mengabaikan ku seperti air mani yang ku abaikan ketika memikirkan mu.
RT @indistinctpoet: Kalau saja aku bisa, aku ingin membunuh mu. Iya, kamu si masalah ku.
RT @indistinctpoet: Jika aku mati nanti, kenanglah aku, si dia yang menikahi pilu dengan senang hati.
RT @indistinctpoet: Setiap pagi, aku bertani, menanak nasi. Ketika malam, aku mati di dalam hati. Aku ingin teriak "BABI" untuk hidupku ini.
RT @indistinctpoet: Aku mungkin pendosa, tapi bukankah Tuhan itu sempurna?
Dikutip dari kumpulan tweets account twitter @indistinctpoet
Mungkin ini hanya sebuah tulisan. Mungkin ini juga sebuah kiasan. Sebuah kemungkinan yang tertulis tanpa alasan. Mungkin aku hanya ingin menulis tanpa pesan. - M. F. Riphat
Tulang Punggung
Aku mempunyai rasa tarik menarik dengan tubuh bagian belakang wanita. Terutama mereka yang baru saja meniduri raga ini yang haus akan tubuh mereka sendiri - M. F. Riphat
Jumat, 07 Oktober 2011
Memo kecil didalam saku kemeja ku
proses pembakaran yang dilakukan oleh si
M. F. Riphat
hanya terjadi pada pukul
9:35 PM
Tidak ada komentar:
Kamis, 06 Oktober 2011
sepuluh
Satu detik berlalu tanpa aku terpaku
Dua kali aku mengenang masa lalu
Tiga diantaranya menjadi benalu
Empat hari kemudian begitu saja berliku
Lima lubang baru terjalin nafsu
Enam lagu lama pun lupa bergulir pilu
Tujuh jam dalam proses aku mengadu
Delapan pola setiap lapisan terpatri kaku
Sembilan itu sisa satu selalu
Sepuluh dari sisanya biar aku ganti baru
Okt 2011
Dua kali aku mengenang masa lalu
Tiga diantaranya menjadi benalu
Empat hari kemudian begitu saja berliku
Lima lubang baru terjalin nafsu
Enam lagu lama pun lupa bergulir pilu
Tujuh jam dalam proses aku mengadu
Delapan pola setiap lapisan terpatri kaku
Sembilan itu sisa satu selalu
Sepuluh dari sisanya biar aku ganti baru
Okt 2011
proses pembakaran yang dilakukan oleh si
M. F. Riphat
hanya terjadi pada pukul
10:49 AM
Tidak ada komentar:
pelabuhan tanjung priok
Seperti biasa, panorama pagi hari disini jauh dari kata "sunyi"
Setiap elemen masyarakat menari dari hati ke hati
Diujung jalan ada penjual hewan langka, disebelah kanan jual beli bebatuan, di gang belakang jual beli perempuan.
Mobil motor tertata berantakan, tidak jelas bentuk jasad mereka. Sore itu ketika para pemain menumpahkan kesibukan masing-masing, aku terpaku di ujung kapal, siap melompat, menutup lembar hidup, dan siap memulai hal baru, termakan janji palsu.
Yang katanya bukan hidup lagi namanya
Yang katanya enak disana
Yang katanya tanpa beban disana
Yang katanya tidak tertekan disana
Yang katanya yang katanya yang katanya
Yang katanya ini dan yang katanya itu
Tiba2 terdengar bisik seorang melarat di telinga sebelah kiri, "untuk apa mas?"
Aku bingung dan menggigil ngeri
Pesona laut mengajak ku berdendang bersama ditengah-tengah dengan syarat tanpa nyawa,
Aku tekankan, aku hanya seonggok daging tanpa nyawa
Ku tatap si matahari, "saatnya aku kembali ke peraduan hey kamu calon mati" ujarnya. Sudah pukul 6 sore ternyata.
Disini, satu jiwa satu cerita, seribu jiwa seribu cerita. Satu berangkat satu berlabuh, seribu berangkat seribu berlabuh.
Aku bergegas, mengemas barang, dan meninggalkan pelabuhan itu, Pelabuhan tanjung priok.
Tempat aku mengenang mu sambil menikmati tubuhmu dalam imajinasi ku.
Setiap elemen masyarakat menari dari hati ke hati
Diujung jalan ada penjual hewan langka, disebelah kanan jual beli bebatuan, di gang belakang jual beli perempuan.
Mobil motor tertata berantakan, tidak jelas bentuk jasad mereka. Sore itu ketika para pemain menumpahkan kesibukan masing-masing, aku terpaku di ujung kapal, siap melompat, menutup lembar hidup, dan siap memulai hal baru, termakan janji palsu.
Yang katanya bukan hidup lagi namanya
Yang katanya enak disana
Yang katanya tanpa beban disana
Yang katanya tidak tertekan disana
Yang katanya yang katanya yang katanya
Yang katanya ini dan yang katanya itu
Tiba2 terdengar bisik seorang melarat di telinga sebelah kiri, "untuk apa mas?"
Aku bingung dan menggigil ngeri
Pesona laut mengajak ku berdendang bersama ditengah-tengah dengan syarat tanpa nyawa,
Aku tekankan, aku hanya seonggok daging tanpa nyawa
Ku tatap si matahari, "saatnya aku kembali ke peraduan hey kamu calon mati" ujarnya. Sudah pukul 6 sore ternyata.
Disini, satu jiwa satu cerita, seribu jiwa seribu cerita. Satu berangkat satu berlabuh, seribu berangkat seribu berlabuh.
Aku bergegas, mengemas barang, dan meninggalkan pelabuhan itu, Pelabuhan tanjung priok.
Tempat aku mengenang mu sambil menikmati tubuhmu dalam imajinasi ku.
proses pembakaran yang dilakukan oleh si
M. F. Riphat
hanya terjadi pada pukul
10:48 AM
Tidak ada komentar:
Langganan:
Postingan (Atom)