Tulang Punggung

Aku mempunyai rasa tarik menarik dengan tubuh bagian belakang wanita. Terutama mereka yang baru saja meniduri raga ini yang haus akan tubuh mereka sendiri - M. F. Riphat

Jumat, 23 November 2012

Urusan Kelamin

Lagi-lagi saya disini membahas kisah dua insan. Ya seperti layaknya tulisan orang kebanyakan, meringis pedih, terkekek karena kelucuan yang tidak wajar, rasa ingin tahu yang abnormal, dan sebagainya. Semua digodok didalam satu loyang. Biasanya si disebut karya tulis, padahal saya melihatnya hanya kumpulan kata-kata, melakukan gathering secara abstrak yang kebetulan, secara tidak sengaja, terlihat seperti sebuah cerita atau kalimat yang enak maupun tidak enak dibaca.

Kebiasaan manusia sejak dulu, sampai detik ini, mereka memberi kedok akan nafsu atau keinginan kelamin mereka, dengan 'cinta'. Ha ha ha iya, cinta. saya sendiri kadang mencoba berpikir positif, sama seperti ketika  melihat rampok, mencoba berpikir positif, mereka merampok karena tuntutan hidup, dalam kisah laga bertahan hidup namanya. padahal jahat ya jahat saja. Cinta sendiri juga begitu, itu kedok, ajang penyaluran nafsu atau keinginan kelamin masing-masing individu untuk menikmati apa yang kamu, saya, dia, mereka, dan kita mau. 

Bahkan lebih gilanya lagi adanya berbagai kategori dari produk rekayasa itu, dari cinta pada pandangan pertama, cinta satu malam, cinta sehidup semati, sampai berbagi cinta dengan yang muda, dengan yang bersahaja, Ha ha ha konyol sekali. Semua hanya rekayasa manusia yang di reka ulang selama berabad-abad lamanya tanpa sedikitpun diperbaharui atau bahkan di revisi demi mendapatkan hasil maksimal dengan seiring berjalannya waktu dan majunya teknologi. 

Sudah semakin pagi, secangkir kopi yang sejak tiga jam yang lalu sudah saya isi dua kali, kembali kosong, hanya sisa ampas didasar cangkir yang menghitam pekat, seperti rekayasa cinta remaja bodoh demi menutupi hasrat seksualnya. Cinta monyet katanya, padahal mereka hanya memuaskan keinginan kelamin mereka yang memang sudah waktunya melewati tingkat kedewasaan tertentu, sayangnya mereka terkekang hingga akhirnya menafkahi kehausan yang dialami kelamin masing-masing menjadi suatu keharusan, ajang menabung dosa menjadi kompetisi baru di komplek perumahan tempat tinggal mereka.

Meskipun tidak sedikit yang berusaha keras untuk melawan arus sungai yang airnya sudah ribuan tahun mengalir ke arah yang itu-itu saja, tapi banyak mereka yang gagal, bahkan yang malas mengikuti arus dan hanya bercita-cita untuk loncat, keluar dari sungai saja, banyak yang gagal. Ujung-ujungnya apa? iya ketika mereka menemui derasnya air terjun diakhir perjalanan, mereka tau semua hanya akan mati dalam penyesalan, karena dibawah hanya ada kubangan dangkal penuh batu yang sudah siap memecahkan batok kepala masing-masing korban. 

Ketika hari baru dimulai, matahari mulai mengintip sedikit demi sedikit, mungkin malu untuk langsung melompat dan memberikan terik yang sangat dibenci beberapa kelompok, merasa tahu diri, jadinya mengintip dan nongol pelan-pelan. Pagi itu semua terlihat berbondong-bondong mengantri berdesakan demi mendapatkan topeng senyum untuk menutupi keterpurukan yang dijanjikan si ketua. Harapan mereka terlalu tinggi, menutup luka dan membiarkannya kering dalam balutan perban. Bagaimana keringnya kalau tidak pernah kena angin?

Mau tau hal paling konyol dari komat kamit saya dari tadi? Saya bagian dari mereka, termasuk kamu.


November 2012