Seperti biasa, panorama pagi hari disini jauh dari kata "sunyi"
Setiap elemen masyarakat menari dari hati ke hati
Diujung jalan ada penjual hewan langka, disebelah kanan jual beli bebatuan, di gang belakang jual beli perempuan.
Mobil motor tertata berantakan, tidak jelas bentuk jasad mereka. Sore itu ketika para pemain menumpahkan kesibukan masing-masing, aku terpaku di ujung kapal, siap melompat, menutup lembar hidup, dan siap memulai hal baru, termakan janji palsu.
Yang katanya bukan hidup lagi namanya
Yang katanya enak disana
Yang katanya tanpa beban disana
Yang katanya tidak tertekan disana
Yang katanya yang katanya yang katanya
Yang katanya ini dan yang katanya itu
Tiba2 terdengar bisik seorang melarat di telinga sebelah kiri, "untuk apa mas?"
Aku bingung dan menggigil ngeri
Pesona laut mengajak ku berdendang bersama ditengah-tengah dengan syarat tanpa nyawa,
Aku tekankan, aku hanya seonggok daging tanpa nyawa
Ku tatap si matahari, "saatnya aku kembali ke peraduan hey kamu calon mati" ujarnya. Sudah pukul 6 sore ternyata.
Disini, satu jiwa satu cerita, seribu jiwa seribu cerita. Satu berangkat satu berlabuh, seribu berangkat seribu berlabuh.
Aku bergegas, mengemas barang, dan meninggalkan pelabuhan itu, Pelabuhan tanjung priok.
Tempat aku mengenang mu sambil menikmati tubuhmu dalam imajinasi ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar