“meratapi jiwa”
Kursi
menari memandangi wajah lusuh ini
Silau
lampu 25 watt menemani malamku,
Tanpa
angin, maupun bising
Kurebahkan
tubuh lemah ini, mengenang masa lampau
Masa
dimana kesendirian adalah hal silam
Masa
dimana kesepian adalah kata yang haram
Tumpukan
buku penuh debu, tanpa getaran maupun teriakan
Gitarku
mulai rapuh, sekian lama tidak terpetik
Sampai
detik ini, masih malu memikirkan apa maksud retak di sudut dinding kamar ini
Sedikit
coretan tak beraturan membuatnya semakin kusam
Ketika
tersadar, kursi itu masih menari diatas kehampaan diri
Juli
2009
“apa yang selalu salah?
Ketika tersirat untuk berhenti melangkah”
Langkah
Salahkah
aku jika tetap menjaga bunga indah milikku?
Salahkah
aku jika tetap merawat bunga indah milikku?
Salahkah
aku jika aku selalu menikmati bunga itu?
Perdebatan
bukanlah hal yang tabu, namun apakah setiap hal tabu harus diperdebatkan?
Bungaku,
Biarkan
aku merawatmu dengan caraku
Biarkan
aku menjagamu dengan caraku
Biarkan
aku menikmatimu dengan caraku
Diam
dan perhatikan
Sebuah
kisah singkat tanpa akhiran,
Juni
2009
“kamu, terlalu berarti. Ketika aku menemukan mu di antara
ribuan helai”
Sehelai
Sehelai
dari sekian ribu, coba kunikmati
Sehelai
dari sekian ribu, coba kulayani
Sehelai
dari sekian ribu, coba kuperbaiki
Sehelai
dari sekian ribu, coba kuhayati
Sehelai,
selalu kusimpan dalam hati
Sehelai,
selalu membuatku menari
Sehelai,
membuatku tertusuk duri
Sehelai,
berlalu sudah cuplikan hari
Sehelai
dari sekian ribu, itu kamu ternyata.
Mei
2009
“Jangan
dilirik, siapa dia?”
Awalan kotor
Pasir
di seluruh pantai, aku yang harus memikul
Karena
tanpa sadar, aku yang tengah menimbunnya
Dikumpulkan
satu persatu setiap detik, tanpa henti tanpa tujuan
Dia
datang, membantu mengusap ruang tempat biasa aku bekerja
Tanpa
suara dan tanpa izin, dia terus mengusik
Menikmati
aku
Satu
dua, dia kembali memutar otak ku
Satu
dua tiga, terus berputar otak ini tanpa henti otak ini
Apakah
arti maupun maksud semua ini?
Ku
tumpuk lagi luapan air yang mulai membusuk
Kumpulan
es pun kembali mencair
Tiada
hari tanpa kalimat Tanya, siapa dia?
Mei
2009
“akhirnya ku menemukanmu. Pengakuan dari sekian lama
dalam sebuah permainan”
Pemberhentian
Hutan,
tempat dimana hujan mendarat tanpa kesan
Ketika
semua rata, gundukan itu mulai bermunculan
Banyak
prasangka, ulah hujan yang ke sekian
Memang
tidak semua benar, tuan
Namun
tidak ada juga yang menyebutnya kesalahan
Pelan-pelan
diurai, mari dicoba dengan pelan
Banyak
terurai menjadi terlihat rentan
Namun
ini bukan percobaan
Semakin
bersyukur, semua akan aman
April
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar